I made this widget at MyFlashFetish.com.

Jumat, 10 Juni 2011

7 anggota polres banyuasin tertangkap saat raziah disiplin *tak kantongi izin, lakukan pungutan liar

7 anggota polres banyuasin tertangkap saat raziah disiplin

*tak kantongi izin, lakukan pungutan liar

Banyuasin Rp , - 7 anggota polres banyuasin dari satuan lakalantas tertangkap saat melakukan pungutan liar di pospol kayuarakuning di km 42,pada pukul 22:00 malam,pada saat kejadian 7 petugas polisi tersebut tak mengantongi izin dari pimpinannya ,dan sedang melakukan pungutan liar di tempat kejadian degan di temukan barang bukti uang sebanyak 15 ribu

Waka polres banyuasin kompol Basani repelita sagala yang di wakili oleh iptu herry widodo Sh dari unit propam mengatakan.

“Saat ini Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap anggota kami, terutama oknum polisi yang sudah jelas melakukan pungutan ,pihaknya belum menentukan langkah lebih lanjut, termasuk penentuan bentuk sanksi kepada yang bersangkutan terkait persoalan tersebut, karena pemeriksaan belum selesai. Jika memang terbukti bersalah akan di kenakan sangsi disiplin 7 anggota tersebut berinisial beriptu win,brigadir aa,briptu man,brigadir yu,briptu pik,bripda al,bipda rob,mereka sekarang sedang di lakukan permeriksaan lebih lanjut,”ungkapnya.

Menanggapi adanya informasi yang di dapat maka dari unit propam melakukan raziah dan ternyata informasi tersebut terbukti,angota yang tertangkap tersebut sedang menerima uang dari mobil truk yang membawa bebek ternak dari lampung degan tujuan lubuk linggau.

“Jika memang terbukti bersalah maka mereka akan di tahan di tempat khusus jika terbukti bersalah,dan kami dari pihak kepolisian menghimbau kepada masyarakat ,jika melihat ada sekelompok oknum yang terlibat degan pungli diharapkan dapat melaporkan langsung ke polres banyuasin agar dapat di tindak lanjut,”jelasnya.

Sampai saat ini sudah ada 12 anggota dari polres banyuasin yang sudah terkena sidang tindakan disiplin degan kasus tidak masuk kerja,dan meninggal kan tugas pada saat bekerja

“Sangsi akan kami berikan kepada anggota-anggota yang membandel,atau yang sering meninggalkan pekerjaan pada saat jam kerja,karena tampa sangsi angota polisi yang membandel tidak akan jera degan prilaku yang di lakukan nya,”jelasnya.(tri)

Kamis, 09 Juni 2011

KK dan KTP Tidak Terdaftar di Kecamatan

KK dan KTP Tidak Terdaftar di Kecamatan

Banyuasin – Kedatangan Rosid Edi Prayitno di Desa Sri Kembang Kecamatan Betung, membuat perangkat Desa dan Kecamatan Was-was. Pasalnya, KK dan KTP yang dimiliki oleh warga asal Desa Pandan Sari Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah, tidak terdaftar baik di Kantor desa maupun di Kecamatan Betung.
Pasalnya, berdasarkan UU No 23 Tahun 2006 tentang tertib adminsitrasi kependudukan, setiap warga yang baru, wajib mendaftarkan dirinya, minimal di lingkungan tempat tinggalnya.
“ Untuk kasus Rosid, tidak seperti itu, kami tidak tahu dari mana Rosid memiliki KK dan KTP, saat kami periksa ternyata KK dan KTPnya tidak terdaftar ditempat kami, bahkan surat pengantar dari RT tempat tinggalnya pun tidak ada. “ kata Sekdes Sri Kembang, Gunadi.
Awalnya, perangkat desa menilai KK dan KTP yang dimilikinya, merupakan KK dan KTP palsu. Namun setelah dicross check ke kantor catatan sipil, ternyata KK dan KTP tersebut benar asli dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Catatan Sipil Hasan Masri.
“ Yang kami sesalkan, mengapa tanpa ada rekomendasi dari Camat maupun Kades, pihak Capil berani mengeluarkan KK dan KTP, terlebih lagi dalam KTP yang dibuat, terdapat dua nama yang sengaja numpang di KK tersebut. “ jelasnya.
Dikhawatirkan, lanjut Gunadi, pendatang baru tersebut, memiliki tujuan tertentu. “ Kalau sudah sampai seperti ini, tentunya yang akan kebobolan adalah Kades dan Camat, Bagaimana kalau ternyata warga tersebut teroris atau penyebar suatu ajaran agama tertentu, tentunya pihak yang akan disalahkan adalah Kades dan Camat, karena dianggap tidak tahu dengan kondisi dilingkungannya, sedangkan yang membuat KK dan KTP adalah Capil. “ sergahnya.
Camat Betung, Firdaus S Sos pun tak kalah sewotnya, menurut Firdaus, jumlah penduduk Betung kian hari memang mengalami penambahan, baik itu pendatang baru yang memang ingin menetap maupun yang hanya singgah sementara.
“ Kami pun harus ekstra hati – hati dalam menerbitkan rekomendasi, sebab proses pengajuan KK maupun KTP tidak akan kami lakukan jika tidak ada rekomendasi dari RT. Sebab Ketua RT yang paling mengenal lingkungan tempat tinggalnya. “ tutur Firdaus.
Soal terbitnya KK dan KTP atas nama Rosid Edi Prayitno, diakui Firdaus, ia tidak tahu sama sekali. “ Dugaan sementara apakah warga ini memalsukan data atau ada calo pembuat KK dan KTP kami tidak tahu. “ ucapnya.

Rabu, 08 Juni 2011

wartawan

BANYAK mahasiswa, anak muda pada umumnya, yang ingin menjadi wartawan. Motifnya macam-macam. Ada yang beranggapan, menjadi wartawan itu keren, bergengsi, dapat masuk ke mana-mana, bisa ketemu dengan pejabat atau artis untuk wawancara, dan sebagainya. Persepsi seperti itu sesungguhnya salah, bahkan menyesatkan. Profesi wartawan bukan untuk ”gagah-gagahan”. Profesi ini sangat jauh dari persepsi yang sepele seperti itu. Dunia pers, dengan demikian juga wartawan, adalah kepanjangan tangan publik, penyambung lidah rakyat, terutama rakyat yang tertindas, the silence majority. Bahkan dalam negara yang demokratis, pers merupakan the fourth estate (pilar ke empat) dari sistem demokrasi, di samping eksekutif, legislatif, yudikatif. Luar biasa, bukan?

Untuk dapat menjalani profesi wartawan yang benar, serius, sungguh-sungguh, Anda harus memenuhi tiga hal. Bolehlah kita sebut sebagai ”trilogi jurnalisme”. Pertama, Anda harus profesional. Bukan hanya wartawan, semua profesi, jabatan, pekerjaan, sesungguhnya harus dikerjakan secara profesional. Wartawan yang profesional ialah yang memahami tugasnya, yang memiliki skill (ketrampilan), seperti melakukan reportase, wawancara, dan menulis berita atau feature yang bagus dan akurat, dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika Anda tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bisa disebut tidak profesional.

Tapi, profesional saja tidaklah cukup. Anda mesti mengenal apa yang disebut ”integritas,” kejujuran, dalam pengertian bahwa sebagai wartawan Anda mesti jujur (dan paham) terhadap profesi, menyadari jatidiri Anda sebagai kepanjangan tangan dari aspirasi publik, kepada siapa Anda semestinya bertanggungjawab secara moral. Profesional dan punya integritas belum lengkap jika Anda tidak memiliki sikap independen, sebagai bagian yang integral dari ”trilogi jurnalisme,” yaitu profesional, integritas dan independen, tidak berpihak, obyektif, dan hanya berpihak atau bertanggung jawab kepada publik.

Karena bertanggung jawab kepada publik, dan oleh karena itu harus independen, maka jadilah pers – dan dengan demikian juga wartawan – merupakan the fourth estate (pilar ke empat) dalam negara yang menganut sistem demokrasi -- di samping eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jika pilar demokrasi ciptaan Jean Jacques Rousseau yang disebut ”trias politica” itu saling mengontrol satu sama lain, sehingga terjadi check and balance, maka pers sebagai pilar ke empat berperan sebagai ”anjing penjaga” (watch dog) agar check and balance dalam sistem demokrasi itu berjalan dengan semestinya.



Dalam konteks Indonesia, Anda harus memahami UU Nomor 40/1999 tentang Pers yang melindungi tugas wartawan sebagai profesi dan menjamin kebebasan pers. Namun harap diingat, dan jangan salah paham, bahwa kebebasan pers sesungguhnya bukanlah semata-mata merupakan kepentingan pers. Sebab, kebebasan pers (freedom of the press atau press freedom) merupakan konsekwensi logis dari sistem demokrasi, ketika pers menjadi watch dog dalam rangka perannya sebagai the fourth estate.



Pengertian ”kebebasan pers” tentu saja bukanlah bebas sebebas-bebasnya, menulis semau gue, tak peduli pada aturan apapun, melainkan bebas dalam mengakses informasi yang dibutuhkan oleh publik. Sebab, pers sebagai ”pilar ke empat” dalam sistem demokrasi -- yang adalah juga ”kepanjangan tangan” dari aspirasi publik -- harus bebas dalam mengakses informasi publik. Mengapa? Sebab, kebebasan itu merupakan salah satu dari hak-hak sipil (hak untuk bebas berpikir, berpendapat, berbicara, menulis, berserikat, beragama, mencari nafkah) yang semuanya merupakan hak-hak manusia yang paling asasi.

Dengan mengemban hak untuk mengakses informasi publik secara bebas, dan dengan demikian sebagai ”kepanjangan tangan publik” atau ”penyambung lidah rakyat”, maka pers berkewajiban memperjuangkan hak-hak sipil, terutama the silence majority. Dengan melaksanakan tugas profesional sebagai social control, pers dapat menjaga agar kekuasaan tetap berjalan di jalur rel demokrasi, tidak terjebak pada penyalah gunaan kekuasaan. Sebab, sebagaimana ungkapan sejarawan Inggris Lord Acton (1834-1902), ”the power tends to corrupt; the absolute power tends to absolute corrupt” (kekuasaan cenderung menyalah gunakan kekuasaan; kekuasaan yang mutlak cenderung menyalah gunakan kekuasaan secara mutlak pula).

Oleh karena itu, pers harus bebas namun bertanggung jawab (kepada publik, kepada norma hukum, kepada common sense, bukan kepada kekuasaan). Namun, di lain pihak pers bukanlah can do no wrong (bukan tidak bisa salah). Sebab, jika pers can do no wong, bukan tak mungkin akan terjadi trial by the press (pengadilan sepihak oleh pers), bahkan tirani pers. Dalam kaitan ini, sangatlah benar sikap Thomas Jefferson, Presiden ke III Amerika Serikat (1743-1826): “Andai saya diminta memilih antara pemerintah tanpa pers atau pers tanpa pemerintah, maka tanpa ragu sedikit pun saya akan memilih yang kedua.” Padahal, selama memerintah dia sering diperlakukan kurang baik oleh pers AS.